Meski Peringkat Indeks Korupsi Indonesia Naik, Indonesia Masih Tertinggal dari Negara-negara ASEAN

Indeks Korupsi Indonesia Naik

Peringkat Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2024 mengalami peningkatan. Namun masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Indonesia memperoleh skor 39 dari total 100 poin. Sebuah angka yang menunjukkan adanya perbaikan meskipun tetap mencerminkan tantangan besar dalam pemberantasan korupsi. Laporan terbaru yang dirilis oleh Transparency International ini memberikan gambaran jelas mengenai kondisi korupsi di Indonesia. Masih memerlukan upaya lebih besar untuk mencapai standar internasional.

Peningkatan Peringkat Indonesia dalam Indeks Korupsi

Transparency International dalam laporan tahunan IPK yang dikeluarkan pada awal tahun 2024 mencatatkan peningkatan skor Indonesia dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai angka 37. Meskipun demikian, Indonesia masih berada di zona merah, yang menunjukkan tingkat korupsi yang cukup tinggi.

Dalam laporan tersebut, Indonesia menempati peringkat ke-101 dunia dari 180 negara yang disurvei. Meskipun ada kemajuan, Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand yang memiliki skor lebih tinggi dalam indeks ini.

“Peningkatan skor ini menjadi langkah positif, tetapi Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam memerangi korupsi. Kami melihat peningkatan tersebut sebagai hasil dari langkah-langkah reformasi yang dilakukan pemerintah, namun tantangan besar masih ada.” Ujar Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, dalam konferensi pers yang digelar usai pengumuman hasil IPK 2024.

Indonesia Masih Tertinggal Dibanding Negara ASEAN

Meskipun ada peningkatan, posisi Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Negara-negara seperti Singapura, yang berada di peringkat 4 dunia dengan skor 85, menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan sangat efektif. Sementara itu, negara-negara lain di ASEAN juga menunjukkan peringkat yang lebih baik. Seperti Malaysia yang meraih skor 50 dan Thailand dengan skor 42.

Hal ini menunjukkan ketimpangan yang cukup besar dalam hal penanganan korupsi di kawasan ini. “Kami melihat bahwa negara-negara ASEAN yang memiliki skor tinggi dalam IPK umumnya telah melakukan reformasi yang lebih cepat dan lebih intensif dalam aspek-aspek pemerintahan dan pengawasan,” tambah Firli Bahuri.

Faktor Penyebab Korupsi di Indonesia

Menurut Transparency International, faktor penyebab korupsi di Indonesia masih cukup kompleks. Beberapa faktor utama yang menghambat pemberantasan korupsi antara lain adalah lemahnya pengawasan internal. Ketidakmampuan lembaga penegak hukum dalam menindak pelaku korupsi dengan tegas, serta adanya ketidakpastian hukum yang membuat banyak pihak merasa tidak takut melakukan tindakan korupsi.

“Birokrasi yang terlalu panjang dan rumit sering kali menjadi celah bagi praktik korupsi. Selain itu, rendahnya transparansi dalam pengelolaan anggaran dan proyek pemerintah juga menjadi titik lemah.” Ungkap Direktur Eksekutif Transparency International Indonesia, Marthias Siahaan.

Penyebab lainnya adalah minimnya akuntabilitas publik terhadap keputusan-keputusan pemerintah. Meskipun ada upaya transparansi melalui penguatan sistem e-government, masih banyak daerah yang belum sepenuhnya menerapkan teknologi ini dengan maksimal, yang membuka peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang.

Langkah-langkah Pemerintah dalam Memerangi Korupsi

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah untuk menanggulangi korupsi, salah satunya melalui perbaikan sistem hukum dan reformasi birokrasi. Selain itu, KPK juga terus menjalankan berbagai program pencegahan dan penindakan yang lebih terfokus pada sektor-sektor rentan korupsi, seperti sektor pengadaan barang dan jasa.

Namun, banyak pihak menilai bahwa keberhasilan pemberantasan korupsi di Indonesia sangat tergantung pada komitmen politik jangka panjang. “Upaya pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama dalam pemerintahan, dan tidak boleh tergantung pada kepemimpinan tertentu saja,” ujar Marthias Siahaan.

Selain itu, upaya untuk mengedukasi masyarakat mengenai bahaya korupsi dan pentingnya integritas dalam kehidupan sehari-hari juga harus terus dilakukan. Masyarakat yang lebih sadar akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dapat membantu mempercepat pemberantasan korupsi di Indonesia.

Tantangan ke Depan: Menuju Indonesia Bebas Korupsi

Meskipun posisi Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi tahun 2024 menunjukkan perbaikan, namun Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih. Melihat perbandingan dengan negara-negara ASEAN yang memiliki skor lebih baik, Indonesia harus terus berupaya untuk memperkuat sistem pengawasan dan penegakan hukum.

Penting bagi pemerintah untuk memperkuat lembaga-lembaga penegak hukum, meningkatkan transparansi dalam setiap kebijakan, serta mengurangi celah-celah yang masih bisa dimanfaatkan oleh oknum untuk melakukan tindak pidana korupsi. Selain itu, peran masyarakat juga sangat penting dalam memastikan bahwa upaya-upaya pemberantasan korupsi ini tetap berjalan dengan baik.

“Korupsi adalah masalah besar yang harus dihadapi bersama. Dengan adanya kesadaran kolektif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, saya yakin kita bisa mengatasi permasalahan ini,” tutup Firli Bahuri, Ketua KPK.

Post Comment